CIKAL bakal Kabupaten
Tasikmalaya berasal dari Umbul Surakerta dengan ibukotanya Dayeuh Tengah.
Daerah ini sekarang menjadi nama sebuah desa yang termasuk ke dalam Kecamatan
Salopa, kira-kira 5 km sebelah Timur Kecamatan Sukaraja. Pada waktu itu,
penguasa Negara Surakerta bernama Sareupeun Cibuniagung. Ia memiliki seorang
puteri tunggal yang bernama Nyai Punyai Agung (Ageng). Nyai Punyai Agung
menikah dengan Entol Wiraha yang menggantikannya menjadi penguasa Surakerta.
Dari perkawinan tersebut lahirlah Wirawangsa, yang berkuasa di Surakerta
menggantikan ayahnya.
Pada saat Wirawangsa berkuasa,
Surakerta statusnya menjadi umbul. Umbul Surakerta termasuk wilayah
Priangan yang dipegang oleh Dipati Ukur Wangsanata.Ketika Dipati Ukur
diperintah Sultan Agung untuk menyerang Batavia bersama-sama tentara Mataram di
bawah pimpinan Tumenggung Bahurekso, Dipati Ukur membawa sembilan umbul, di
antaranya, Umbul Surakerta, Wirawangsa. Tetapi Dipati Ukur gagal dalam
penyerangan itu. Ia bersama sebagian tentaranya mengundurkan diri ke Gunung
Pongporang yang terletak di Bandung Utara dekat Gunung Bukitunggul. Tindakannya
dianggap oleh Mataram sebagai pemberontakan sehingga Dipati Ukur dikejar-kejar
tentara Mataram.
Karena tindakan Dipati Ukur itu dianggap membahayakan, Sultan Agung memerintahkan untuk menangkapnya hidup atau mati dengan suatu perjanjian, bahwa barangsiapa yang berhasil menangkap Dipati Ukur akan diberi anugerah. Pada waktu itu yang menjadi bupati wedana di Priangan sebagai pengganti Dipati Ukur adalah Pangeran Rangga Gede, dan diminta untuk menangkap Dipati Ukur, tetapi tidak berhasil karena dia meninggal pada waktu menjalankan perintah itu.
Karena tindakan Dipati Ukur itu dianggap membahayakan, Sultan Agung memerintahkan untuk menangkapnya hidup atau mati dengan suatu perjanjian, bahwa barangsiapa yang berhasil menangkap Dipati Ukur akan diberi anugerah. Pada waktu itu yang menjadi bupati wedana di Priangan sebagai pengganti Dipati Ukur adalah Pangeran Rangga Gede, dan diminta untuk menangkap Dipati Ukur, tetapi tidak berhasil karena dia meninggal pada waktu menjalankan perintah itu.
Dipati
Ukur tertangkap di daerah Cengkareng sekarang oleh tiga umbul Priangan Timur,
kemudian dibawa ke Mataram, dan oleh Sultan Agung dijatuhi hukuman mati. Ketiga
umbul yang ikut menangkap Dipati Ukur adalah Umbul Surakerta Ki Wirawangsa,
Umbul Cihaurbeuti Ki Astamanggala, dan Umbul Sindangkasih Ki Somahita. Ketiga
umbul tersebut juga menangkap delapan umbul lainnya yang biluk (setia) kepada
Dipati Ukur. Atas jasanya, ketiga umbul tersebut diangkat menjadi mantri agung
di tempatnya masing-masing. Ki Wirawangsa diangkat menjadi mantri agung
Sukapura dengan gelar Tumenggung Wiradadaha, Ki Astamanggala diangkat menjadi
mantri agung Bandung dengan gelar Tumenggung Wiraangun-angun, dan Ki Somahita
menjadi mantri agung Parakanmuncang digelari Tumenggung Tanubaya.
Setelah diangkat menjadi mantri agung Sukapura, kota kabupaten pun dipindahkan dari Dayeuh Tengah di Sukakerta ke Leuwi Loa (wilayah desa Sukapura) daerah Sukaraja sekarang, terletak di tepi sungai Ciwulan. Oleh karena ibukota pindah ke Sukapura, nama kabupaten pun disebut Kabupaten Sukapura. Perubahan nama Leuwi Loa menjadi Sukapura berdasarkan alasan karena di Leuwi Loa didirikan pura yang bermakna ‘kraton’ dan suka bermakna ‘asal’ atau ‘tiang’. Jadi, sukapura bermakna jejernya karaton karena di tempat inilah berdirinya bupati Sukapura yang pertama.
Setelah diangkat menjadi mantri agung Sukapura, kota kabupaten pun dipindahkan dari Dayeuh Tengah di Sukakerta ke Leuwi Loa (wilayah desa Sukapura) daerah Sukaraja sekarang, terletak di tepi sungai Ciwulan. Oleh karena ibukota pindah ke Sukapura, nama kabupaten pun disebut Kabupaten Sukapura. Perubahan nama Leuwi Loa menjadi Sukapura berdasarkan alasan karena di Leuwi Loa didirikan pura yang bermakna ‘kraton’ dan suka bermakna ‘asal’ atau ‘tiang’. Jadi, sukapura bermakna jejernya karaton karena di tempat inilah berdirinya bupati Sukapura yang pertama.
Raden
Tumenggung Wiradadaha (Wiradadaha I) yang berjasa mendirikan Kabupaten Sukapura
wafat, dan dimakamkan di Pasir Baganjing sehingga terkenal dengan sebutan Dalem
Baganjing.Pengganti Wiradadaha I adalah putranya yang ketiga yang bernama Raden
Jayamanggala dengan gelar raden Tumenggung Wiradadaha II. Namun, Wiradadaha II
tidak lama berkuasa karena pada tahun pengangkatannya sebagai tumenggung
meninggal dunia karena dihukum mati. Keluarganya hanya mendapatkan tambela
(keranda) yang berisi mayat Wiradadaha II. Oleh karenaitu, Wiradadaha II
terkenal dengan julukan Dalem Tambela.
Setelah meninggal dunia, Raden
Wiradadaha II digantikan oleh adiknya yang bernama Raden Anggadipa I, putra
keempat Wiradadaha I. Setelah menjadi bupati, Raden Anggadipa bergelar Raden
Tumenggung Wiradadaha III. Dia terkenal sebagai bupati Sukapura terkaya dan
memiliki anak sebanyak 62 orang hingga ia dikenal dengan Dalem Sawidak.
Setelah meninggal dunia, Wiradadaha III digantikan oleh anaknya Raden Subangmanggala dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha IV. Raden Wiradadaha IV meninggal dunia dan dimakamkan di Pamijahan dekat gurunya Syeh Abdul Muhyi dan dikenal dengan sebutan Dalem Pamijahan.
Setelah meninggal dunia, Wiradadaha III digantikan oleh anaknya Raden Subangmanggala dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha IV. Raden Wiradadaha IV meninggal dunia dan dimakamkan di Pamijahan dekat gurunya Syeh Abdul Muhyi dan dikenal dengan sebutan Dalem Pamijahan.
Raden
Wiradadaha IV digantikan oleh anak angkatnya yang bernama Raden Secapati. Raden
Secapati adalah cucu Dalem Tamela. Setelah diangkat menjadi bupati, dia menggunakan
nama Raden Tumenggung Wiradadaha V, tetapi lebih dikenal dengan sebutan Dalem
Tumenggung Secapati.
Setelah wafat, Wiradadaha V digantikan oleh putranya yang bernama raden Jayangadireja dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VI. Ia menikahi putri bupati Parakanmuncang. Karena sering bertolak belakang dengan pemerintah Kolonial, Wiradadaha VI mengundurkan diri, dan digantikan oleh anaknya Raden Jayamanggala II dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VII atau Raden Adipati Wiratanubaya. Karena dimakamkan di Pasirtando, beliau terkenal dengan sebutan Dalem Pasirtando.
Kemudian pengganti Wiradadaha VII adalah putranya yang kelima Raden demang Anggadipa dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VIII. Ia terkenal dengan sebutanh Dalem Sepuh. Ketika ia menolak menanam nila, Wiraradaha VIII dipecat, Sukapura dialihkan ke Kabupaten Limbangan.
Setelah wafat, Wiradadaha V digantikan oleh putranya yang bernama raden Jayangadireja dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VI. Ia menikahi putri bupati Parakanmuncang. Karena sering bertolak belakang dengan pemerintah Kolonial, Wiradadaha VI mengundurkan diri, dan digantikan oleh anaknya Raden Jayamanggala II dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VII atau Raden Adipati Wiratanubaya. Karena dimakamkan di Pasirtando, beliau terkenal dengan sebutan Dalem Pasirtando.
Kemudian pengganti Wiradadaha VII adalah putranya yang kelima Raden demang Anggadipa dengan gelar Raden Tumenggung Wiradadaha VIII. Ia terkenal dengan sebutanh Dalem Sepuh. Ketika ia menolak menanam nila, Wiraradaha VIII dipecat, Sukapura dialihkan ke Kabupaten Limbangan.
Kabupaten Sukapura didirikan kembali dengan
bupatinya turunan bupati Sumedang, yakni raden Tumenggung Surialaga, yang lebih
dikenal dengan sebutan Dalem Talun. Dua tahun kemudian, Dalem Talun
mengundurkan diri, kabupaten Sukapura diserahkan kembali ke bupati Limbangan.
Namun, selanjutnya dikembalikan lagi ke Wiradadaha VIII dari bupati Limbangan,
kecuali daerah Suci dan Panembong.
Pada
masa kekuasaan Widadaha VIII, Sukapura memiliki wilayah yang sangat luas.
Wilayahnya meliputi sebagian dari Sumedang: Malangbong, Ciawi, Indihiang,
Singaparna, dan Tasikmalaya; sebagian dari Galuh: Pasirpanjang, Banjar,
Kawasen, Parigi, Cijulang, Mandala, Cikembulan, dan Kalipucang. Wilayah
Sukapura asalnya hanya distrik Mangunreja, Panyeredan, Taraju, Sukaraja,
Parung, Karang, Cikajang, batuwangi, Nagara (Pameungpeuk), tanah yang luas ini
disebut Tanah Galunggung.
Karena terlalu luas, Kabupaten Sukapura dibagi tiga bagian, yakni afdeeling Sukapura Kolot, Sukapura, dan Tasikmalaya. Sukapura Kolot dengan ibukota Mangunreja meliputi dua afdeling, yakni afdeeling Mangunreja (Panyeredan, Karang, Sukaraja, Taraju, Parung), dan afdeeling Cikajang (Batuwangi, Kandangwesi, Nagara, dan Selacau). Sukapura meliputi dua afdeeling, yakni afdeeling Manonjaya (Pasirpanjang, Banjar, Kawasen) dan afdeeling Parigi (Parigi, Cijulang, Mandala, Cikembulan, dan Kalipucang). Afdeeling Tasikmalaya Tasikmalaya mencakup Ciawi, Indihiang, dan Malangbong.
Karena terlalu luas, Kabupaten Sukapura dibagi tiga bagian, yakni afdeeling Sukapura Kolot, Sukapura, dan Tasikmalaya. Sukapura Kolot dengan ibukota Mangunreja meliputi dua afdeling, yakni afdeeling Mangunreja (Panyeredan, Karang, Sukaraja, Taraju, Parung), dan afdeeling Cikajang (Batuwangi, Kandangwesi, Nagara, dan Selacau). Sukapura meliputi dua afdeeling, yakni afdeeling Manonjaya (Pasirpanjang, Banjar, Kawasen) dan afdeeling Parigi (Parigi, Cijulang, Mandala, Cikembulan, dan Kalipucang). Afdeeling Tasikmalaya Tasikmalaya mencakup Ciawi, Indihiang, dan Malangbong.
Setelah
memiliki wilayah yang luas, ibukota Sukapura di Sukaraja dipindahkan ke
Manonjaya. Pada waktu itu, Wiradadaha VIII wafat dan dimakamkan di Tanjung
Malaya. Kemudian digantikan oleh adiknya R.T. Danuningrat dengan gelar R.T.
Wiradadaha IX, yang membangun Kota Manonjaya. Setelah wafat, Danuningrat
digantikan Raden Rangga Wiradimanggala dengan gelar R.T. Wiratanubaya sebagai
bupati Sukapura X.
Setelah wafat, R.T. Wiratanubaya lebih dikenal dengan sebutan Dalem Sumeren. Karena tidak punya anak, Wiratanubaya digantikan oleh Raden Rangga Tanuwangsa dengan gelar raden Wiraadegdaha (bupati Sukapura XI). Kemudian digelari Adipati sehingga namanya menjadi Raden Adipati Wiraadegdaha. Karena diturunkan dari jabatannya, R.A. Wiraadegdaha pindah ke Bogor dan terkenal dengan sebutan Dalem Bogor. Jabatannya digantikan adiknya Raden Demang Danukusumah, patih Manonjaya. Setelah menjadi bupati, namanya menjadi R.T. Wirahadiningrat, Bupati Sukapura XII. Dia pernah diberi gelar adipati, mendapat payung kuning, dan Bintang Oranye Nassau, sehingga mendapat sebutan Dalem Bintang.
Setelah wafat, R.T. Wiratanubaya lebih dikenal dengan sebutan Dalem Sumeren. Karena tidak punya anak, Wiratanubaya digantikan oleh Raden Rangga Tanuwangsa dengan gelar raden Wiraadegdaha (bupati Sukapura XI). Kemudian digelari Adipati sehingga namanya menjadi Raden Adipati Wiraadegdaha. Karena diturunkan dari jabatannya, R.A. Wiraadegdaha pindah ke Bogor dan terkenal dengan sebutan Dalem Bogor. Jabatannya digantikan adiknya Raden Demang Danukusumah, patih Manonjaya. Setelah menjadi bupati, namanya menjadi R.T. Wirahadiningrat, Bupati Sukapura XII. Dia pernah diberi gelar adipati, mendapat payung kuning, dan Bintang Oranye Nassau, sehingga mendapat sebutan Dalem Bintang.
Dalem
Bintang wafat. Penggantinya adalah Raden Rangga Wiratanuwangsa, putranya Dalem
Bogor. Setelah menjadi bupati, diganti namanya menjadi R.T. Wiraadiningrat,
bupatui Sukapura XIII. Pada masa ini, ibukota Sukapura dipindahkan dari
Manonjaya ke Tasikmalaya. Dia bupati pertama yang mendapat gelar aria, sehingga
terkenal dengan sebutan Dalem Aria.
Setelah wilayah afdeeling Mangunreja menjadi bawahan Sukapura, dan afdeeling Cikajang menjadi bawahan Kabupaten Limbangan, sedangkan Distrik Malangbong dibagi dua, yakni sebagian bawahan Limbangdan dan sebagian bawahan Sumedang. Sejak itulah, Sukapura berubah nama menjadi Tasikmalaya.
Setelah wilayah afdeeling Mangunreja menjadi bawahan Sukapura, dan afdeeling Cikajang menjadi bawahan Kabupaten Limbangan, sedangkan Distrik Malangbong dibagi dua, yakni sebagian bawahan Limbangdan dan sebagian bawahan Sumedang. Sejak itulah, Sukapura berubah nama menjadi Tasikmalaya.
Pada
awalnya daerah yang disebut Sukapura itu bernama Tawang atau Galunggung. Sering
juga disebut Tawang-Galunggung. Tawang berarti ‘sawah’ atau ‘tempat yang luas
terbuka’. Penyebutan Tasikmalaya muncul untuk pertama kali setelah Gunung
Galunggung meletus sehingga wilayah Sukapura berubah menjadi Tasik ‘danau,
laut’ dan malaya dari (ma)layah bermakna ‘ngalayah (bertebaran)’ atau ‘deretan
pegunungan di pantai Malabar (India)’. Tasikmalaya mengandung arti ‘keusik
ngalayah’, maksudnya banyak pasir di mana-mana.( http://anugrahnoerhadi.wordpress.com)***
Tidak ada komentar:
Posting Komentar